Senin, 31 Agustus 2009

Sungguh Indah… Bila Pernikahan Dihias dengan Sunnah…2

17. Beberapa sunnah (tuntunan) dalam walimah, diantaranya:


 

 

 
Hendaknya diadakan selama tiga hari, setelah menjima’ istri. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Anas, ia mengatakan: “Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dulu menikahi shofiyah, beliau menjadikan anugerah kemerdekaannya sebagai maharnya, dan menjadikan walimah berlangsung tiga hari”. (HR. Abu Ya’la, sanadnya hasan) Hendaknya mengundang para sholihin, baik yang kaya maupun yang miskin. Sebagaimana sabda beliau: “Janganlah berteman kecuali dengan orang mukmin, dan janganlah menyantap makananmu kecuali orang yang bertakwa!”. (HR. Abu Dawud: 4832, Tirmidzi:2395, dan yang lainnya, sanadnya hasan) Hendaklah menyembelih lebih dari satu kambing jika mampu. Sebagaimana sabda beliau: “Adakanlah walimah, walau hanya dengan (menyembelih) seekor kambing!”. (HR. Bukhori:2048, dan Muslim:1427). Dianjurkan dalam pengadaan walimah, agar dibantu orang kaya dan lebih harta. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Anas, yang menceritakan kisah menikahnya Rosul -shollallohu alaihi wasallam- dengan Shofiyah, Anas berkata: “…Hingga ketika beliau di tengah perjalanan pulang, Ummu Sulaim mempersiapkan Shofiyah dan menyerahkannya kepada beliau pada malamnya, hingga paginya beliau berstatus arus (pengantin baru). Lalu beliau mengatakan: “Barangsiapa punya sesuatu, maka hendaklah ia bawa kemari!” (dalam riwayat lain redaksinya: “Barangsiapa punya makanan lebih, maka hendaklah dia mendatangkannya kepada kami”… Anas berkata: “Beliau pun menggelar karpet kulitnya, maka mulailah ada orang yang datang dengan keju, ada yang datang dengan kurma, ada juga yang datang dengan lemak, hingga bisa mereka jadikan hais. Kemudian mereka memakannya dan meminum air dari tadahan hujan yang ada di dekat mereka. Begitulah pelaksanaan walimahnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-. (HR. Ahmad:11581, Bukhori:371, dan Muslim:1365)

 

 

 
Tidak boleh hanya mengundang yang kaya, dan tidak menyertakan yang miskin. Sebagaimana sabda beliau: “Seburuk-buruk makanan adalah hidangan walimah yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang kaya, sedang orang-orang miskin dilarang untuk mendatanginya” (HR. Bukhori:5177, dan Muslim:1432).

 

 

 
Wajib bagi yang diundang untuk menghadirinya. Sebagaimana sabda beliau: “Jika salah seorang dari kalian diundang walimah, maka hendaklah ia menghadirinya!”. (HR. Bukhori:5173, dan Muslim:1429). Juga sabdanya: “Jika salah seorang dari kalian diundang, maka hendaklah ia mengharinya, baik itu acara walimah atau pun acara lainnya!”. (HR. Muslim:1429). Juga sabdanya: “Barangsiapa tidak menghadiri udangan, berarti ia telah bermaksiat kepada Alloh dan Rosul-Nya”. (HR. Bukhori:5177, dan Muslim:1432).

 

 

 
Jika yang diundang tidak puasa, maka hendaklah ia memakan hidangan yang ada. Sedang jika ia puasa, maka hendaklah ia tetap hadir dan mendoakan yang mengundangnya. Sebagaimana sabda beliau: “Jika yang diundang itu tidak puasa, maka makanlah (hidangan yang ada)! Sedang jika ia puasa, maka berdoalah untuknya!” (HR. Abu Dawud:3736, sanadnya shohih).

 

 

 
Jika yang diundang sedang puasa sunat, ia boleh membatalkan puasanya untuk makan hidangan walimah, sebagaimana diceritakan oleh Abu Sa’id Al-Khudri: Aku pernah membuatkan hidangan untuk Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, lalu beliau dan para sahabatnya mendatangi undanganku. Ketika hidangan disajikan, ada salah seorang berseloroh: “Aku sedang berpuasa”. Maka Rosul -shollallohu alaihi wasallam- mengatakan: “Saudara kalian ini telah mengundang dan mengeluarkan biaya untuk kalian”, lalu beliau mengatakan padanya: “Batalkanlah puasamu, dan qodho’lah di hari lain jika kau menghendakinya!”. (HR. Al-Baihaqi di Sunan Kubro: 8622, sanadnya hasan). Tidak boleh menghadiri undangan walimah, jika ada maksiatnya, kecuali bila bermaksud mengingkarinya dan berusaha menghilangkan kemaksiatan itu. Jika maksiatnya bisa hilang, (alhamdulillah), tapi bila tidak, ia harus pulang meninggalkannya. Sebagaimana kisah sahabat Ali berikut: Aku pernah membuat makanan, lalu ku undang Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, beliau pun datang. Tapi ketika melihat ada gambar-gambar di rumah, beliau langsung kembali. Aku bertanya: “Wahai Rosululloh, -bapak dan ibuku kurelakan untuk menebusmu- apa yang membuatmu pulang lagi?”. Beliau menjawab: “Karena di rumah itu, ada banyak gambar, padahal para malaikat tidak sudi masuk rumah yang ada gambar-gambarnya!”. (HR. Ibnu Majah dan Abu Ya’la, sanadnya shohih).

 

 

 
18. Untuk yang diundang disunatkan melakukan dua hal:

 

 

 
Mendoakan orang yang mengadakan walimah, setelah selesai. Sebagaimana diceritakan oleh Abdulloh bin Busr, bahwa bapaknya pernah membuatkan makanan untuk Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dan mengundangnya, maka beliau pun datang. Selesai makan, beliau mendoakan: اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي مَا رَزَقْتَهُمْ وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ

 

 

 
Ya Alloh, berkahilah rizki yang kau berikan pada mereka, serta ampuni dan rahmatilah mereka. (HR. Ibnu Abi syaibah, Muslim, dan yang lainnya).

 

 

 
Mendoakan kedua mempelai dengan kebaikan dan keberkahan. Ada banyak hadits menerangkan hal ini, diantaranya:

 
Doa beliau kepada jabir: “بَارَكَ اللهُ لَكَ” (semoga Alloh memberkahimu), atau mengatakan kepadanya “خَيْرًا” (semoga engkau diberi limpahan kebaikan). (HR. Bukhori:5367, dan Muslim:715). Doa beliau kepada Ali: “اللَّهُمَّ بَارِكْ فِيْهِمَا, وَبَارِكْ لَهُمَا فِيْ بِنَائِهِمَا” (Ya Alloh, berkahilah keduanya, dan berkahilah hubungan keduanya). (HR. Ibnu Sa’d dan Thobaroni di Mu’jam Kabir, sanadnya hasan). Doa kaum wanita Anshor kepada Aisyah: “عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ, وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ” (selamat atas kebaikan, keberkahan, dan keberuntungan yang besar). (HR. Bukhori:3894, dan Muslim:1422) Dari Abu Huroiroh: bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- jika mendoakan orang yang menikah mengatakan: “بَارَكَ اللهُ لَكَ, وَبَارَكَ عَلَيْكَ, وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ” (semoga Alloh memberikan keberkahan padamu, menurunkannya atasmu, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan). (HR. Abu Dawud:2130, Tirmidzi:1091 dan yang lainnya, sanadnya shohih sesuai kriteria Imam Muslim) 19. Boleh bagi pengantin wanita melayani tamu laki-laki, jika tidak menimbulkan fitnah dan mengenakan hijab syar’i.

 

 

 
Sebagaimana hadits Sahl bin Sa’d, ia mengatakan: Ketika Abu Usaid telah mengumpuli istrinya, ia mengundang Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dan para sahabatnya, maka tidak ada yang membuat dan menyodorkan hidangan, melainkan istrinya, Ummu Usaid… Pada hari itu, istrinya -yang pengantin baru itulah- yang melayani tamu laki-laki. (HR. Bukhori:5176, dan Muslim:2006).

 

 

 
20. Boleh juga mengijinkan para wanita untuk mengumumkan pernikahan dengan menabuh duff (rebana) saja, dan melantunkan nyanyian yang dibolehkan (asal baitnya tidak bercerita kecantikan dan kata-kata kotor).

 

 

 
Rubayyi’ binti Mu’awwidz mengatakan: Nabi -shollallohu alaihi wasallam- pernah menemuiku di pagi hari malam pertamaku, lalu beliau duduk di atas ranjangku seperti posisimu denganku (sekarang ini), di saat itu ada banyak anak kecil wanita menabuh duff, mengenang bapak-bapak mereka yang gugur di perang badr, hingga salah seorang anak wanita itu ada yang mengatakan: “Di sisi kita ada Nabi yang tahu hari esok”. Maka Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menegurnya: “Jangan berkata seperti itu, tapi katakanlah apa yang kau ucapkan sebelumnya”. (HR. Bukhori:4001)

 

 

 
21. Hendaklah berusaha meninggalkan hal yang dilarang syariat, terutama ketika acara pernikahan, misalnya:

 

 

 
Memajang gambar yang bernyawa di dinding. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Sungguh, rumah yang ada gambarnya tidak dimasuki para malaikat “. (HR. Bukhori: 2105, dan Muslim: 2107)

 

 

 
Aisyah mengatakan: Rosul -shollallohu alaihi wasallam- pernah masuk menemuiku, saat itu aku menutupi lemari kecil dengan kain tipis yang bergambar, [dalam riwayat lain redaksinya: "yang bergambar kuda bersayap"]. Melihat itu, beliau langsung merobeknya, dan berubah raut wajahnya. Beliau mengatakan: “Sesungguhnya orang yang paling pedih adzabnya di hari kiamat adalah, mereka yang menyaingi ciptaan Alloh” Aisyah mengatakan: Akhirnya kain itu ku potong dan kujadikan satu atau dua bantal. (HR. Bukhori: 5954, dan Muslim: 2107).

 

 

 
Untuk mengetahui lebih banyak hadits tentang larangan melukis obyek bernyawa, silahkan merujuk ke artikel kami di link berikut: http://addariny.wordpress.com/2009/06/30/651/

 

 

 
Syeikh Albani berpendapat haramnya menutup dinding rumah dengan kain, meski bukan dengan sutra, karena itu termasuk isrof dan hiasan yang tidak sesuai syariat. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَأْمُرْنَا أَنْ نَكْسُوَ الْحِجَارَةَ وَالطِّينَ

 

 

 
Sesungguhnya Alloh tidak menyuruh kita untuk menutupi batu dan tanah. (HR. Muslim: 2106)

 

 

 
Imam Nawawi mengatakan: “Para ulama memakai hadits itu sebagai dalil larangan menutup dinding dan lantai dengan kain, larangan itu adalah karohah tanzih, bukan larangan yang mengharamkan, dan inilah pendapat yang benar. Sedang Syeikh Abul Fath Nashr Al-Maqdisi dari sahabat kami (madzhab syafi’i) berpendapat haramnya hal itu. Tapi, dalam hadits ini tidak ada yang menunjukkan keharamannya, karena hakekat lafalnya: “Alloh tidak menyuruh kita melakukan itu”, ini berarti bahwa hal itu tidak wajib dan tidak sunat, dan tidak menunjukkan pengharaman sesuatu, wallohu a’lam. (Syarah Shohih Muslim, hadits no: 2106)

 

 

 
Mencabut alis dan lainnya, karena Rosul -shollallohu alaihi wasallam- telah melaknat orang yang berbuat demikian. (HR. Bukhori: 4886, dan Muslim: 2125) Mewarnai kuku dengan cat (sehingga menutupi jalannya air wudhu). Adapun sunnahnya adalah mewarnainya dengan hinna’. Memanjangkan kuku, karena itu bertentangan dengan fitrah. Rosul bersabda: “Lima hal termasuk fitrah: “Khitan, mengerik bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak” (HR. Bukhori: 5889, dan Muslim: 257). Rosululloh juga melarang kita membiarkannya lebih dari 40 malam, sebagaimana perkataan Anas bin Malik:

 

 

 
وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ وَنَتْفِ الْإِبِطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

 

 

 
Kami diberi batasan waktu untuk: Menyukur kumis, memotong kuku, mencabuti ketiak, dan mengerik bulu sekitar kemaluan, (yakni) agar kami tak membiarkannya lebih dari 40 malam. (HR. Muslim: 258)

 

 

 
Mencukur jenggot, karena memelihara jenggot itu wajib hukumnya, sebagaimana sabda beliau: Cukur-tipislah kumis dan panjangkanlah jenggot, selisilah kaum majusi!. (HR. Muslim: 260) Mempelai pria mengenakan cincin tunangan dari emas. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: حُرِّمَ لِبَاسُ الْحَرِيرِ وَالذَّهَبِ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي وَأُحِلَّ لِإِنَاثِهِمْ

 

 

 
Pakaian sutra dan emas diharamkan untuk umatku yang laki-laki, dan dihalalkan untuk mereka yang wanita. (HR. Tirmidzi: 1720, dishohihkan oleh Albani)

 

 

 
22. Wajib hukumnya memperlakukan istri dengan baik, dan menuntunnya kepada hal-hal yang halal, khususnya bila istrinya masih muda.

 

 

 
Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Sebaik-baik kalian, adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik diantara kalian terhadap istriku” (HR. Tirmidzi: 3895, dishohihkan Albani)

 

 

 
Beliau juga bersabda: “Berilah nasehat baik pada wanita (istri), karena mereka itu tawananmu”. (HR. Tirmidzi: 1163, Ibnu Majah: 1851, dan yang lainnya. Dihasankan oleh Albani)

 

 

 
Beliau juga bersabda: “Janganlah lelaki mukmin membenci wanita mukminah (istrinya), karena jika dia benci salah satu tabiatnya, pasti ada hal lain yang ia suka” (HR. Muslim: 1469).

 

 

 
Aisyah mengisahkan: Suatu hari Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pulang dari perang tabuk atau perang khoibar. (Saat itu) lemari kecil Aisyah tertutup tirai, lalu berhembuslah angin, yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah banyak mainan boneka wanita milik Aisyah. Beliau bertanya: “Apa ini, wahai Aisyah?”, ia menjawab: “Anak-anak perempuanku”. Diantara mainannya itu beliau juga melihat ada boneka kuda bersayap dua yang terbuat dari kain, lalu mengatakan: “Kalau yang di tengah ini apa?”, ia menjawab: “itu kuda”, beliau menimpali: “terus apa yang diatasnya?”, ia menjawab: “dua sayapnya”, beliau mengatakan: “kuda mempunyai dua sayap?”, ia menjawab: “bukankah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman memiliki kuda bersayap?!”. (Mendengar itu) beliau langsung tersenyum hingga kulihat gigi-gigi gerahamnya. (HR. Abu Dawud: 4932 dan yang lainnya, sanadnya hasan).

 

 

 
23. Sebaiknya suami membantu pekerjaan rumah istrinya, bila ada waktu senggang dan tidak sedang lelah. Sebagaimana disebutkan Aisyah: “Dahulu beliau -shollallohu alaihi wasallam- biasa membantu istrinya, dan beliau pergi untuk sholat bila tiba waktunya”. (HR. Bukhori: 676). Aisyah juga mengatakan: “Beliau itu manusia seperti yang lainnya, mencuci pakaiannya, memerah kambingnya, dan membantu istrinya”. (HR. Ahmad: 25662, sanadnya kuat)

 

 

 
24. Pesan-pesan untuk kedua mempelai:

 

 

 
Hendaklah keduanya ta’at kepada Alloh dan saling mengingatkan untuk itu. Hendaklah keduanya menjalankan syariat-Nya yang tetap dalam Qur’an dan Sunnah, dan tidak meninggalkannya hanya karena taklid, atau adat masyarakat, atau madzhab tertentu, Alloh berfirman: وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

 

 

 
Dan tidaklah pantas bagi mukmin dan mukminah, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu hukum dalam urusan mereka, untuk memilih (pilihan lainnya), karena barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya, sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab: 36).

 

 

 
Hendaklah keduanya menjaga hak dan kewajiban masing-masing. Maka janganlah istri menuntut suaminya hak yang sama dalam segala hal! Sebaliknya, janganlah suami memanfaatkan harta dan posisinya sebagai kepala rumah tangga, untuk mendholimi istrinya, seperti memukulnya tanpa ada sebab syar’i. Alloh azza wajall berfirman: وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

 

 

 
Para istri itu memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut, dan para suami itu memiliki kelebihan di atas mereka. Dan Alloh adalah maha perkasa lagi maha bijaksana. (Al-Baqoroh: 228)

 

 

 
Mu’awiyah bin Haidah bertanya: “Wahai Rosululloh, apa hak istri atas suaminya?” Beliau menjawab: “Yaitu, memberinya makan dan sandang jika memintanya, tidak mengatakan ‘Qobbahakilloh’ (semoga Alloh menjadikanmu buruk), tidak memukul wajahnya, [tidak mendiamkannya kecuali di dalam rumahnya]“. (HR. Abu Dawud: 2142, dan Ahmad: 19541).

 

 

 
Rosul juga bersabda: “Orang yang adil akan menduduki singgasana dari cahaya diatas tangan kanan Alloh yang maha penyayang, dan kedua tangan-Nya itu kanan, yaitu mereka yang adil dalam mengatur kekuasaannya, keluarganya, dan tanggung jawab yang serahkan padanya. (HR. Muslim: 1827).

 

 

 
Bila keduanya tahu hal ini dan menerapkannya dengan baik, niscaya Alloh akan menjadikan hidup keduanya baik, tentram, bahagia. Alloh berfirman:

 

 

 
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

 

 

 
Barangsiapa melakukan kebajikan dalam keimanan, baik laki-laki maupun perempuan, pasti Kami berikan padanya kehidupan yang baik, dan Kami pasti membalas mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 97)

 

 

 
25. Sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam- khusus untuk sang istri:

 

 

 
إذا صلت المرأة خمسها وحصنت فرجها وأطاعت بعلها دخلت من أي أبواب الجنة شاءت

 

 

 
Bila perempuan mendirikan sholatnya, menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya, ia pasti masuk surga dari pintu manapun ia kehendaki. (HR. Thobaroni, sanadnya hasan)

 

 

 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

 

 

 
Abu Hurairoh mengatakan: Rosululloh pernah ditanya: “Siapa wanita yang paling baik?”, beliau menjawab: “Yaitu wanita yang menyenangkan bila suaminya memandangnya, mentaati bila diperintah, dan ia tidak menyelisihi suaminya karena sesuatu yang dibencinya, baik dengan diri maupun hartanya” (HR. Nasa’i: 3231 dan yang lainnya, dishohihkan oleh Albani)

 

 

 
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

 

 

 
Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Seluruh dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang sholihah”. (HR. Muslim: 1467)

 

 

 
عَنِ الْحُصَيْنِ بْنِ مِحْصَنٍ، أَنَّ عَمَّةً لَهُ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَاجَةٍ، فَفَرَغَتْ مِنْ حَاجَتِهَا، فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوهُ إِلَّا مَا عَجَزْتُ عَنْهُ. قَالَ: فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

 

 

 
Dari Hushoin bin Mihshon: bahwa bibinya pernah menemui Rosululloh shollallohu alaihi wasallam- karena suatu keperluan, setelah selesai beliau bertanya: “Apa anda bersuami?”. “Ya”, jawabku. “Bagaimana sikapmu terhadapnya?” tanya beliau. “Aku bersungguh-sungguh di dalam (menaati dan melayani)-nya, kecuali pada hal yang tidak ku mampui”, jawabku. Maka beliau mengatakan: “Lihatlah bagaimana hubunganmu dengannya! karena suamimu itu surga dan nerakamu”. (HR. Ahmad: 18524 dan yang lainnya, sanadnya shohih)

 

 

 
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَصُمْ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ

 

 

 
Janganlah istri berpuasa selain Romadhon saat suaminya bersamanya, kecuali dengan izinnya. Istri juga tidak boleh mengijinkan orang lain masuk rumah, kecuali dengan izin suaminya. (HR. Muslim: 1026)

 

 

 
إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فلم تأته فبات غضبان عليها لعنتها الملائكة حتى تصبح [وفي رواية : حتى ترجع] [وفي أخرى: حتى يرضى عنها]ـ

 

 

 
Jika suami mengajak istrinya ke ranjang, tapi ia tidak menurutinya hingga suaminya marah, maka para malaikat melaknatnya “hingga pagi tiba“ (HR. Bukhori: 3237, dan Muslim: 1436)… [dalam riwayat lain: "hingga ia kembali (menurutinya)"] (HR. Bukhori: 5194, dan Muslim: 1436)… [dalam riwayat lain: "hingga si suami merelakannya"] (HR. Muslim: 1736).

 

 

 
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

 

 

 
Seandainya aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku sudah menyuruh istri untuk sujud kepada suaminya. (HR. Abu Dawud: 2140, Tirmidzi: 1159, Ibnu Majah: 1853, Ahmad: 18913, dan yang lainnya, dishohihkan Albani)

 

 

 
وَلَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهَا كُلَّهُ حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا عَلَيْهَا كُلَّهُ، حَتَّى لَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى ظَهْرِ قَتَبٍ لَأَعْطَتْهُ إِيَّاهُ

 

 

 
Dan seorang istri tidak akan memenuhi hak Alloh atasnya dengan sempurna, hingga ia memenuhi hak suaminya dengan sempurna, hingga seandainya si suami meminta dirinya saat di pelana, maka ia tidak menolak ajakannya. (HR. Ahmad: 18913, dan yang lainnya, dishohihkan Albani)

 

 

 
لا تؤذي امرأة زوجها في الدنيا إلا قالت زوجته من الحور العين: لا تؤذيه قاتلك الله فإنما هو عندك دخيل يوشك أن يفارقك إلينا

 

 

 
Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya ketika di dunia, kecuali istrinya dari kalangan bidadari mengatakan padanya: “Janganlah engkau menyakitinya, qootalakillah, karena suamimu itu sebenarnya tamu, yang sebentar lagi meninggalkanmu untuk menemui kami”. (HR. Ahmad: 21596, Tirmidzi: 1174, dan Ibnu Majah: 2014, dishohihkan Albani)

 

 

 
Alhamdulillah… selesai sudah ringkasan ini… semoga bermanfaat bagi para pembaca… dan kurang lebihnya kami mohon maaf… wassalam…

 

 

 
Oleh: Addariny, di Madinah, 8 Romadhon 1430 / 29 Agustus 2009.

 

 

 

Sungguh Indah… Bila Pernikahan Dihias dengan Sunnah…2

Sungguh Indah… Bila Pernikahan Dihias dengan Sunnah…1

Oleh Al Ustadz Abu Abdillah Ad Dariniy




Bismillaah… wash sholaatu wassalaamu alaa Rosulillaah… wa alaa aalihii washohbihii wa man waalaah…



Berikut ini ringkasan kitab Adab Zifaf (Etika Pernikahan), Karya Syeikh Albani rohimahulloh… Semoga bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang bersiap akan melangsungkan pernikahan dan mengakhiri masa lajangnya…



1. Hendaklah dua sejoli yang akan merajut tali suci nikah, meniatkannya untuk membersihkan jiwanya dan menjaga dirinya dari apa yang diharamkan Alloh, karena dengan begitu pergaulan keduanya dicatat sebagai sedekah, sebagaimana sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam- “Pada kemaluan salah seorang diantara kalian ada sedekah”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rosululloh, apa dengan memuaskan syahwat, orang bisa menuai pahala?!” . Beliau menjawab: “Bukankah ia akan berdosa jika menaruhnya pada hal yang harom?! Begitu pula sebaliknya, ia akan mendapat pahala jika menaruhnya pada hal yang halal” (HR. Muslim: 1006).



2. Saat pertama kali bertemu atau hendak berhubungan, hendaknya suami meletakkan tangannya pada permulaan kepala istrinya, seraya membaca basmalah, doa untuk keberkahannya (misalnya dengan mengucapkan: “اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْها، وَبَارِكْ لَهَا فِيَّ” = ya Alloh berkahilah dia untukku, dan berkahilah aku untuknya), dan doa berikut ini:



اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ



Dengan menyebut nama Alloh… Ya Alloh sungguh aku mohon padamu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya.



Sebagaimana sabda Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-: “Jika kalian telah menikahi wanita atau membeli budak, maka peganglah bagian depan kepalanya, ucapkanlah basmalah, berdoalah untuk keberkahannya, dan hendaklah ia mengucapkan… (yakni doa di atas)”. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan yang lainnya, sanadnya hasan)



3. Sholat sunat dua rekaat bersamanya, ketika hendak melakukan hubungan pertamanya, kemudian berdoa:



اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ أَهْلِيْ، وَبَارِكْ ِلأَهْلِيْ فِيَّ، اللَّهُمَّ ارْزُقْهُمْ مِنِّيْ، وَارْزُقْنِيْ مِنْهُمْ، اللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ فِيْ خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ فِيْ خَيْرٍ



Ya Alloh, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Alloh, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Alloh, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami.



Hal ini disunnahkan karena para salaf dulu melakukannya, diantara mereka adalah: Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, Hudzaifah.



Syaqiq bin Salamah mengatakan: Suatu hari datang lelaki, namanya: Abu Huraiz, ia mengatakan: “Aku telah menikahi wanita muda dan perawan, tapi aku khawatir ia akan membuatku cekcok”, maka Abdulloh bin Mas’ud mengatakan: “Sesungguhnya kerukunan itu dari Alloh, sedang percekcokan itu dari setan, ia ingin membuatmu benci dengan apa yang Alloh halalkan bagimu. Jika kamu nanti menemuinya, maka suruh istrimu sholat dua rokaat dibelakangmu dan bacalah… (yakni doa di atas)!” (HR. Abu Bakar ibnu Abi Syaibah dan Thobaroni, sanadnya shohih).



4. Bermesraan dengan istri sebelum berhubungan, misalnya dengan menyuguhkan minuman atau yang lainnya.



Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Asma’ binti Yazid, ia menceritakan: “(Ketika malam pertamanya Aisyah) aku meriasnya untuk Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, lalu aku panggil beliau agar melihat Aisyah yang sudah terias, dan beliau pun duduk di sampingnya. Kemudian disuguhkan kepada beliau gelas besar berisi susu, maka beliau meminumnya (sebagian), lalu memberikannya kepada Aisyah, tapi ia malah menundukkan kepalanya karena malu.



Asma: Aku pun menegurnya dan ku katakan padanya: “Ambillah (gelas itu) dari tangan Nabi -shollallohu alaihi wasallam-!”. Maka ia pun mau mengambil dan meminum sebagiannya.



Lalu Nabi -shollallohu alaihi wasallam- mengatakan padanya: “Berikanlah (sisanya) kepada teman wanitamu (yakni Asma’)!”.



Asma: Aku pun balas mengatakan: “Wahai Rosululloh, ambil saja dulu, lalu minumlah, setelah itu baru kau berikan padaku!” Maka beliau pun mengambilnya, meminum, dan selanjutnya memberikannya padaku.



Asma: Lalu aku duduk, dan ku letakkan gelas itu di atas lututku, kemudian mulai ku putar gelas itu sambil kutempelkan mulutku padanya, agar aku bisa mengenai bekas tempat minumnya Nabi -shollallohu alaihi wasallam-.



Kemudian kepada para wanita yang berada di sekitarku, beliau mengatakan: “Berikanlah (wahai Asma’) kepada mereka!”. (Karena sungkan) mereka menjawab: “Kami tidak menyenanginya”.



Maka beliau mengatakan: “Jangan kalian satukan antara lapar dan bohong!”. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dengan dua sanad yang saling menguatkan, lihat Al-Musnad: 27044 dan 26925)



5. Hendaklah ia berdoa ketika menggaulinya:



بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا



Dengan nama Alloh… Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami.



Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “(Dengan doa itu) apabila Alloh berkehendak memberikan anak, niscaya setan takkan mampu membahayakan anaknya selamanya”. (HR. Bukhori:141, dan Muslim:1434)



6. Boleh bagi suami menggauli istrinya di vagina-nya dari arah manapun ia kehendaki, baik dari depan atau belakang. Sebagaimana firman-Nya (yang artinya): “Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian itu dari mana saja kalian kehendaki!” (Al-Baqoroh: 223).



7. Haram bagi suami menggauli istrinya di dubur-nya, dan itu termasuk dosa besar, karena sabda Rosul -shollallohu alaihi wasallam-: “Terlaknat orang yang menggauli para wanita di dubur-nya (yakni lubang anus)”. (HR. Ibnu Adi, sanadnya hasan).



Syeikh Masyhur mengatakan: “Adapun orang yang menggauli istrinya di duburnya, maka ia telah melakukan tindakan yang melanggar syariat, baik asalnya maupun sifatnya, sehingga ia wajib bertaubat kepada Alloh, dan tidak ada kaffarot (tebusan) baginya kecuali bertaubat kepada Alloh azza wajall“. (Fatawa Syeikh Masyhur, hal. 11, Asy-Syamilah)



8. Berwudhu antara dua sesi berhubungan, dan lebih afdholnya mandi. Sebagaimana Sabda Rosul -shollallohu alaihi wasallam-: “Jika salah seorang dari kalian selesai menggauli istrinya, dan ingin nambah lagi, maka hendaklah ia wudhu, karena itu lebih menggiatkannya untuk melakukannya lagi”. (HR. Muslim:308, dan Abu Nuaim).



Mandi lebih afdhol, karena hadits riwayat Abu Rofi’: “Suatu hari Nabi -shollallohu alaihi wasallam- keliling mendatangi istri-istrinya, beliau mandi di istrinya yang ini, dan mandi lagi di istrinya yang ini. Lalu aku menanyakan hal itu ke beliau: “Wahai Rosululloh, mengapa tidak mandi sekali saja?”. Beliau menjawab: “Karena (mandi berkali-kali) itu, lebih bersih, lebih baik, dan lebih suci”. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, sanadnya hasan)



9. Suami istri dibolehkan mandi bersama di satu tempat, meski saling melihat aurat masing-masing. Ada banyak hadits menerangkan hal ini, diantaranya:



Aisyah mengatakan: “Aku pernah mandi bersama Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- dari satu tempat air, tangan kami saling berebut, dan beliau mendahuluiku, hingga aku mengatakan: “Biarkan itu untukku, biarkan itu untukku!”, ketika itu kami berdua sedang junub. (HR. Muslim: 321)



10. Usai berhubungan hendaklah wudhu sebelum tidur, dan lebih afdholnya mandi. Karena hadits riwayat Abdulloh bin Qois, ia mengatakan: Aku pernah menanyakan ke Aisyah: “Bagaimana Nabi -shollohu alaihi wasallam- dulu ketika junub, apa mandi sebelum tidur, atau sebaliknya tidur sebelum mandi?”. Ia menjawab: “Semuanya pernah beliau lakukan, kadang beliau mandi lalu tidur, dan kadang beliau wudhu lalu tidur”. Aku menimpali: “Segala puji bagi Alloh yang telah menjadikan perkara ini mudah”. (HR. Muslim: 307)



11. Jika istri sedang haid, suami tetap boleh melakukan apa saja dengannya, kecuali jima’. Sebagaimana sabda beliau: “Lakukan apa saja (dengan istri kalian) kecuali jima’“. (HR. Muslim: 302)



Kaffarot (tebusan) bagi orang yang menjima’ istrinya ketika haid, diterangkan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas: Nabi -shollallohu alaihi wasallam- pernah ditanya tentang suami yang mendatangi istrinya ketika haid, maka beliau menjawab: “Hendaklah ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar!”. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, sanadnya shohih)



Syeikh Masyhur mengatakan: “Yang dimaksud dengan dinar di hadits itu adalah dinar emas, dan 1dinar emas itu sama dengan 1mitsqol, sedang 1mitsqol itu sama dengan 4,24 gram emas murni”. (Fatawa Syeikh Masyhur, hal 11, Asy-Syamilah)



12. ‘Azl (mengeluarkan sperma di luar vagina) dibolehkan, meski lebih baik ditinggalkan.



Karena perkataan Jabir r.a.: “Dulu kami (para sahabat) melakukan ‘azl, di saat Alqur’an masih turun”. (HR. Bukhori:5209, dan Muslim:1440). Dalam riwayat lain dengan redaksi: “Kami (para sahabat) dulu melakukan ‘azl di masa Rosul -shollallohu alaihi wasallam- (masih hidup), lalu kabar itu sampai kepada beliau, tapi beliau tidak melarang kami”. (HR. Muslim:1440)



Namun, lebih baik meninggalkannya sebagaimana sabda beliau -shollalloh alaihi wasallam-: “Azl itu pembunuhan yang samar”. (HR. Muslim, 1442).



13. Setelah malam pertama menggauli istrinya, disunnahkan pada pagi harinya untuk silaturahim mengunjungi para kerabatnya yang sebelumnya telah datang ke rumahnya, mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan mereka, dan membalas kebaikan mereka dengan yang setimpal.



Sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Anas, ia mengatakan: “Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pernah mengadakan walimah saat malam pertama beliau menggauli Zainab. Beliau mengenyangkan kaum muslimin dengan roti dan daging, lalu keluar mengunjungi para ibunda mukminin (isteri-isteri beliau yang lain), untuk mengucapkan salam dan mendoakan mereka, sebaliknya mereka juga memberikan salam dan mendoakan beliau. Beliau melakukan hal itu, pada pagi hari setelah malam pertamanya”. (HR. Bukhori: 4794).



14. Keduanya wajib menggunakan kamar mandi yang ada di rumahnya, dan tidak boleh masuk kamar mandi umum, berdasarkan hadits Jabir, Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa beriman pada Alloh dan hari akhir, maka jangan memasukkan istrinya di kamar mandi umum!”. (HR. Tirmidzi: 2801, sanadnya hasan).



Juga hadits riwayat Ummu Darda’, ia mengatakan: Suatu hari, aku keluar dari kamar mandi umum, lalu Rosul -shollallohu alaihi wasallam- berpapasan denganku, beliau bertanya: “Wahai Ummu Darda’, dari mana?”. Ummu Darda’ menjawab: “Dari kamar mandi umum”. Maka beliau mengatakan: “Sungguh, demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang wanita menanggalkan pakaiannya di selain rumah salah satu ibunya, melainkan ia telah merusak tabir yang ada antara dia dan Tuhannya yang maha penyayang”. (HR. Ahmad, sanadnya shohih).



15. Kedua pasangan diharamkan menyebarkan rahasia kehidupan ranjangnya.



Sebagaimana sabda beliau: “Sungguh, orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Alloh pada hari kiamat nanti, adalah orang yang membuka (aurat) istrinya dan istrinya membuka (aurat)nya, lalu ia menyebarkannya”. (HR. Muslim:1437).



Imam Nawawi mengatakan: “Hadits ini menunjukkan haramnya menyebarkan cerita hubungan suami istri, dan merinci apa yang terjadi pada istrinya, seperti ucapan, perbuatan dan semisalnya.



Adapun sekedar menyebutkan jima’ (secara global) tanpa ada manfaat dan tujuan, maka hukumnya makruh, karena itu tidak sesuai dengan muru’ah (akhlak), padahal beliau -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: “Barangsiapa beriman pada Alloh dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau (jika tidak), maka hendaklah ia diam”.



Tapi jika ia menyebutkan hal itu, karena adanya tujuan dan manfaat, seperti mengingkari ketidak-sukaannya pada istrinya, atau istrinya menuduh suaminya impoten, atau semisalnya, maka itu tidak makruh, sebagaimana ucapan beliau -shollallohu alaihi wasallam-: “Sungguh aku akan melakukannya, aku dan istriku ini” (HR. Muslim: 350), begitu pula pertanyaan beliau kepada Abu Tholhah: “Apa malam tadi, kalian telah menjalani malam pertama?” (HR. Bukhori:5470, dan Muslim:2144), dan pesan beliau kepada Jabir: “Semangat dan semangatlah” (HR. Bukhori:2097, dan Muslim:715), wallohu a’lam. (lihat Syarah Shohih Muslm: 1437).



16. Mengadakan walimah (resepsi) wajib hukumnya setelah menjima’ istri, dengan dasar hadits Buraidah bin Hushoib, bahwa ketika Ali menikahi Fatimah, beliau mengatakan: “Pernikahan itu harus ada walimahnya”. (HR. Ahmad:22526, sanadnya la ba’sa bih). Juga sabda beliau kepada Abdur Rohman bin Auf: “Adakanlah walimah, walau hanya dengan (menyembelih) seekor kambing!”. (HR. Bukhori:2048, dan Muslim:1427).



17. Beberapa sunnah (tuntunan) dalam walimah, diantaranya:

Rabu, 26 Agustus 2009

Saat Tepat Memulai Tobat*

*diketik ulang oleh Ummu ‘Umar dari Majalah Nikah Vol.8 15 Agustus – 15 September 2009 / Syaban-Ramadhan 1430H*
Ramadhan adalah bulan penuh rahmat dan juga berkah. Allah membuka lebar-lebar pintu surga, dan menutup rapat-rapat pintu neraka pada bulan ini. Maka akan sangat tepat, bila bulan ini kita jadikan start untuk memulai tobat dari berbagai dosa dan maksiat yang telah kita perbuat.
KEUTAMAAN TOBAT
Setiap manusia pasti tidak luput dari dosa dan kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak. Karena itulah kita disyariatkan untuk selalu memohon ampunan kepada Allah, dan segera bertobat bila melakukan kesalahan. Allah Subhaanahu wa Ta’Ala berfirman :
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri“(QS.Al-Baqarah:222)
“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az-Zumar:53)
Demikianlah, Allah Subhaanahu wa Ta’Ala membukakan pintu ampunan dengan seluas-luasnya bagi seluruh orang yang berdosa dan melakukan kesalahan. Meskipun dosa mereka setinggi langit sekalipun. Sebagaimana sabda Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam :
“Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan(dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertobat, niscaya Allah akan memberikan tobat pada kalian.“(Riwayat Ibnu Majah).
Diantara keutamaan orang-orang yang bertobat adalah Allah Subhaanahu wa Ta’Ala menugaskan para malaikat muqarrabin untuk beristigfar bagi mereka serta berdoa kepada Allah Subhaanahu wa Ta’Ala agar Dia menyelamatkan mereka dari azab neraka dan memasukkan mereka ke dalam surga, serta menyelamatkan mereka dari keburukan.
Allah Subhaanahu wa Ta’Ala berfirman,
“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya, serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan), “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan-Mu dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang shalih diantara bapak-bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkau-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya, dan itulah kemenangan yang besar ” (QS.Ghafir:7-9)
IKUTI DENGAN PERBAIKAN DAN AMAL SHALIH
Orang yang bertobat hendaknya mengiringi tobatnya itu dengan melakukan perbaikan-perbaikan dalam kehidupannya. Kesungguhannya dalam bertobat dia tunjukkan dengan berusaha semaksimal kemampuannya untuk meninggalkan dosa dan maksiat yang selama ini dilakukannya, serta mengadakan berbagai perbaikan dan meningkatkan amal shalih dalam kehidupannya.
Perhatikanlah firman Allah Subhaanahu wa Ta’Ala,
“Maka barangsiapa yang bertobat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu, dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.Al-Maidah:39)
“Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya, dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS.Al-An’am:54)
“Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertobat setelah itu, dan memperbaiki (dirinya). Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS.An-Nahl:119)
Jika seseorang menyatakan diri bertobat, namun ia masih terus-menerus mengulangi perbuatan dosa/maksiatnya, maka sesungguhnya dia belum bertobat dengan sebenar-benarnya.
MOHON AMPUN SETELAH SHOLAT
Dari Ali Radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seseorang melakukan perbuatan dosa lal dia bangun dan bersuci, kemudian mengerjakan shalat, dan setelah itu memohon ampunan kepada Allah, melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya.” (Riwayat Tirmidzi)
Berikut ini beberapa doa mohon ampunan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’Ala yang dapat dibaca setelah shalat:
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَ إِ نْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَا الْخَاسرِ يْنَ
Artinya : “Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”(QS.Al-A’raf:23)
أَللَّهمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِئ ظُلْمًا كَثِيْرًا
وَلاَ يَغْفِرُالذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ فَا غْفِرْلِئ مَغْفِِرَۃً مِنْ عِنْدِ كَ
وَارْحَمْنِئ إِنَّكَ أَنْتَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
Artinya:”Ya Allah, sesungguhnya aku banyak menganiaya diriku dan tidak ada yang mengampuni dosa-dosaku kecuali Engkau. Oleh karena itu ampunilah dosa-dosaku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan berikan rahmat kepadaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang“(Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Selain itu kita juga disunnahkan untuk memperbanyak istigfar. Bukankah Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa sallam saja, yang sudah dijamin surga dan diampuni dosanya, masih selalu beristigfar tak kurang dari 70 kali dalam sehari? Maka selayaknya kita sebagai hamba biasa, bukan nabi atau rasul, juga selalu beristigfar dalam setiap kesempatan.
Akhirnya, di bulan yang penuh berkah ini, marilah kita sambut seruan Allah,
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa…; dan juga otang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menzalimi diri mereka sendiri (segera) mengingat Allah, lalu mohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa lahi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. Balasan bagi mereka adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai mereka kekal di dalamnya. Dan itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.“(QS. Ali-Imran:133,135 dan 136)
Semoga Allah menerima tobat kita, memudahkan kita dalam melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta membukakan pintu surga-Nya bagi kita semua. Aamiin….

SURGA


SURGA…
Kata yang indah di pendengaran
Kata yang selalu jadi impian dan tujuan
Tapi sadarkah mereka akan tuntutan
Ataukah hanya ambil hak, tanpa hiraukan kewajiban…?!

Sungguh suatu impian yang mempesona
Sungguh suatu tujuan yang mulia
Hanya jalan mana yang harus ditelusuri
Ternyata banyak persimpangan yang menggoda hati

Banyak yang mengaku aku di atas sunnah
Banyak yang mengaku akulah pahlawan ummah
Tapi tahukah mereka kandungan maknanya
Bahkan sadarkah mereka ketika mengucapknya

Pengakuan hanya sekedar pengakuan
Tuduhan hanya sekedar tuduhan
Seakan pujian khusus untuk mereka
Sedangkan tuduhan akulah sampahnya..!!

(oleh: Addariny, di Madinah, 16 01 08)

SABDA-SABDA tentang JALAN MENUJU SURGA
Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa yang menjumpai Alloh, dalam keadaan tak melakukan kesyirikan, apa pun bentuknya, maka ia pasti masuk surga“. (HR. Bukhoriy)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Alloh dan Rosulnya, mendirikan sholat, dan berpuasa Romadhon, maka Alloh mengharuskan untuk memasukkannya ke dalam surga“. (HR. Bukhoriy)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa mendirikan masjid –karena mengharap wajah Alloh-, niscaya Alloh dirikan baginya padanannya di surga“. (HR. Bukhoriy)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa sholat bardain (shubuh dan ashar), maka ia akan masuk surga” (HR. Bukhoriy)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa mau pergi ke masjid (untuk ibadah), niscaya Alloh siapkan baginya tempat persinggahannya di surga, setiap kali ia pergi dan kembali”. (HR. Bukhoriy)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa mampu memberikan jaminan kepadaku untuk menjaga lisan dan kehormatannya, maka ku jamin pula ia masuk surga“. (HR. Bukhoriy)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa dalam sehari semalam rutin melakukan sholat (sunat rowatib) 12 roka’at, maka dibangunkan baginya rumah di surga“. (HR. Muslim)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Alloh akan mudahkan baginya jalan menuju surga“. (HR. Muslim)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa menjawab adzan (dengan ikhlas) dari hatinya, niscaya ia masuk surga“. (HR. Abu Dawud, dan di-shahih-kan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Tidak seorangpun yang wudhu dengan membaguskan wudhunya, kemudian sholat 2 rokaat dengan menghadapkan hati dan wajahnya di dalamnya, kecuali wajib baginya masuk surga“. (HR. Abu Dawud, dan di-shohih-kan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa mengucapkan: رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا (aku ridho: Alloh sebagai tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Rosulku), maka wajib baginya masuk surga“. (HR. Abu Dawud, dan di-shohih-kan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa yang akhir ucapannya, laa ilaaha illallooh, maka ia pasti masuk surga“. (HR. Abu Dawud, dan di-shohih-kan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa mengucapkan سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ (maha suci Alloh yang maha agung, dan segala puji bagi-Nya), maka ditanamkan baginya pohon kurma di surga“. (HR. Tirmidziy, dan di-shohih-kan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa meninggal, sedang ia terbebas dari tiga hal: takabur, ghulul (mengambil harta ghonimah dengan dholim), dan hutang, maka tentu ia masuk surga“. (HR. Tirmidziy, di-shohih-kan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa menghidupi dua anak perempuan kecil, maka aku dan dia akan bersama masuk surga“. (HR. Tirmidzy, dan di-shahih-kan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa mengumandangkan adzan selama 12 tahun, maka wajib baginya surga, dicatat baginya 60 kebaikan setiap harinya dari adzan-nya, dan dicatat pula baginya 30 kebaikan setiap harinya dari qomat-nya”. (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa memohon surga kepada Alloh, sebanyak tiga kali, maka surga itu balas memohon: “Ya Alloh, masukkanlah dia ke surga!”. (HR. Tirmidzy, dan di-shohih-kan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa menjenguk orang sakit, atau silaturrahim ke rumah saudaranya fillah, maka malaikat menyeru kepadanya: kamu telah melakukan kebaikan, dan baik pula perjalananmu, serta bagimu tempat di surga” (HR. Tirmidzy, dan di-hasan-kan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Sesungguhnya kejujuran akan menuntun seseorang menuju kebaikan, dan kebaikan akan menuntun seseorang menuju surga” (HR. Bukhoriy)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Orang yang berjihad di jalannya, dan ia tidak keluar berjihad kecuali karena-Nya dan karena membenarkan banyak firman-Nya (tentang anjuran dan pahala berjihad), maka Alloh memberikan jaminan untuk memasukkannya ke surga“. (HR. Bukhori)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan (kepada mereka yang membutuhkan), dan sholatlah di waktu malam (orang-orang tertidur pulas), niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat”. (HR. Tirmidziy, dan di-shohih-kan oleh Albany)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Umroh yang satu dengan umroh yang lainnya adalah penebus dosa-dosa yang dilakukan antara keduanya. Dan haji yang mabrur, tiada balasan lain baginya selain surga“. (HR. Bukhoriy)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Sesungguhnya Alloh memiliki 99 nama, yang barangsiapa menjaganya, niscaya akan masuk surga“. (HR. Bukhoriy)

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Aku benar-benar melihat seseorang yang merasakan nikmatnya surga, hanya karena perbuatannya menebang pohon yang tumbuh di tengah jalan, dan mengganggu mereka (yang berlalu lalang)”. (HR. Muslim)

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ
(Ya Alloh, Engkaulah tuhanku, tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Engkau, Engkaulah yang menciptakanku, dan aku adalah hambamu, aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku, aku berlindung kepadamu dari kejelekan yang ku perbuat, aku mengakui nikmat-Mu kepadaku, aku akui pula dosaku kepada-Mu, oleh karena itu, ampunilah aku! Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa selain Engkau). Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa mengucapkannya dengan meyakini isinya, di waktu pagi, dan akhirnya meninggal pada hari itu sebelum waktu petang tiba, maka dia termasuk penghuni surga. Demikian pula, apabila ia mengucapkannya dengan meyakini isinya, di waktu petang, dan akhirnya meninggal pada malam itu sebelum masuk waktu pagi, maka dia termasuk penghuni surga“. (HR. Bukhoriy)

Ada apa di balik ISBAL? (celana di bawah mata kaki)

Ada apa di balik ISBAL ?! (pakaian yg panjang sampai di bawah mata kaki)Oleh: Abu Abdillah ad-Dariny
الحمد لله وكفى, والصلاة والسلام على رسوله المصطفى, وعلى آله وصحبه ومن اهتدى, أمابعد
1. عن أبي ذر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم. قال فقرأها رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاث مرارا. قال أبو ذر: خابوا وخسروا من هم يا رسول الله؟ قال: المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب (رواه مسلم)
Dari Abu Dzar, dari Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Ada tiga golongan, -yang pada hari kiamat nanti- Alloh tidak bicara dengan mereka, tidak melihat mereka, tidak membersihkan (dosa) mereka dan bagi mereka siksa yang pedih”. Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- mengulangi sabdanya itu tiga kali. Abu dzar mengatakan: “Sungguh celaka dan merugilah mereka! wahai Rasulullah, siapakah mereka?”. Beliau menjawab: “Orang yang isbal, orang yang mengungkit-ngungkit pemberiannya dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR. Muslim)
2. عن محمد بن عقيل سمعت ابن عمر يقول: كساني رسول الله صلى الله عليه وسلم قبطية، وكسا أسامة حلة سيراء. قال: فنظر فرآني قد أسبلت فجاء فأخذ بمنكبي, وقال: يا ابن عمر! كل شيء مس الأرض من الثياب ففي النار. قال: فرأيت ابن عمر يتزر إلى نصف الساق (رواه أحمد وقال الأرناؤوط: صحيح لغيره وهذا إسناد حسن)
Dari muhammad bin ‘aqil aku mendengar ibnu umar bercerita: Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pernah memberiku baju qibtiyah[1] dan memberikan kepada usamah baju hullah siyaro[2]. Ibnu Umar mengatakan: ketika Nabi -shollallohu alaihi wasallam- melihatku isbal beliau datang dan memegang pundakku seraya berkata: “Wahai Ibnu Umar! semua pakaian yang menyentuh tanah, (nantinya) di neraka”. Ibnu Aqil berkata: “Dan aku melihat Ibnu Umar memakai sarungnya hingga pertengahan betis” (HR. Ahmad dan al-Arnauth mengatakan: shohih lighoirihi sedang ini adalah sanad yang hasan)
3. عن عبد الرحمن بن يعقوب قال: سألت أبا سعيد الخدري عن الإزار, فقال: على الخبير سقطت! قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إزرة المسلم إلى نصف الساق ولا حرج أو لا جناح فيما بينه وبين الكعبين, ما كان أسفل من الكعبين فهو في النار, من جر إزاره بطرا لم ينظر الله إليه. (رواه أبو داود وقال الألباني صحيح)
Dari Abdur Rahman bin Ya’qub berkata: aku pernah bertanya kepada Abu Sa’id al-Khudry tentang sarung, maka dia menjawab: “Kamu menepati orang yang tahu betul masalah ini! Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: ‘Sarung seorang muslim adalah sebatas pertengahan betis, dan tidak mengapa sarung yang berada antara batas tersebut hingga mata kaki. Adapun yang lebih rendah dari mata kaki, ia di neraka, dan barangsiapa yang menyeret sarungnya karena takabur, maka Allah tidak melihat kepadanya (pada hari kiamat)”. (HR. Abu Dawud, dan Albany mengatakan: shohih)
4. عن عبد الله بن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: الإسبال في الإزار والقميص والعمامة, من جر منها شيئا خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة. (رواه أبو داود وغيره وقال الألباني صحيح)
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Isbal bisa terdapat pada sarung, baju ataupun sorban. Barangsiapa menyeret salah satu darinya karena sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, Albany menghukumi shohih)
5. عن المغيرة بن شعبة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا سفيان بن سهل! لا تسبل, فإن الله لا يحب المسبلين! (رواه ابن ماجه وصححه الألباني)
Dari Mughiroh bin Syu’bah berkata: Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Wahai Sufyan bin Sahl, janganlah kamu isbal! Karena sesungguhnya Allah tidak suka terhadap mereka yang isbal” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Albany)
6. عن أبي جري جابر بن سليم الهجيمي قال له رسول الله صلى الله عليه وسلم: ارفع إزارك إلى نصف الساق, فإن أبيت فإلى الكعبين. وإياك وإسبال الإزار, فإنها من المخيلة, وإن الله لا يحب المخيلة. (رواه أبو داود وغيره وصححه الألباني)
Dari Abu Jari Jabir bin Sulaim al-Hujaimy bahwa Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- menasehatinya: “Angkatlah sarungmu sampai batas tengah betis! tapi jika engkau tidak berkenan maka hingga batas mata kaki. Dan janganlah sekali-kali meng-isbal-kan sarungmu! karena isbal adalah termasuk perbuatan sombong, dan Allah tidak menyukai perbuatan sombong. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, dishohihkan oleh Albany)
7. عن جبير بن مطعم : أنه كان جالسا مع ابن عمر, إذا مر فتى شاب عليه حلة صنعانية يجرها مسبل قال : يا فتى هلم! قال له الفتى : ما حاجتك يا أبا عبد الرحمن؟ قال : ويحك أتحب أن ينظر الله إليك يوم القيامة؟ قال: سبحان الله وما يمنعني أن لا أحب ذلك؟ قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : لا ينظر الله إلى عبد يوم القيامة يجر إزاره خيلاء. قال : فلم ير ذلك الشاب إلا مشمّرا حتى مات بعد ذلك اليوم. (قال الألباني: رواه البيهقي بسند صحيح)
Dari Jubair bin Muth’im mengisahkan: dia pernah duduk bersama Ibnu Umar. Ketika ada seorang pemuda yang musbil berjalan dengan baju hullah shon’aniyah yang diseret, Ibnu Umar berkata: “Wahai pemuda, kemarilah!” Pemuda tersebut menimpali: “Apa yang engkau inginkan, wahai Abu Abdirrohman?” (Ibnu Umar) menjawab: “Celakalah kamu! Tidak senangkah kamu seandainya Allah melihat kepadamu pada hari kiamat?” Pemuda itu menimpali: “Subhanallah, adakah yang menghalangiku sehingga aku tidak senang kepadanya?” Ibnu Umar berkata: Aku telah mendengar Rosulullah -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan melihat kepada hamba yang menyeret sarungnya karena sombong”. Jubair bin Muth’im mengatakan: “Setelah hari itu, pemuda tersebut tidak pernah terlihat, kecuali ia mengangkat pakaiannya hingga pertengahan betisnya hingga ia meninggal”. (Albany mengatakan: diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang shahih)
8. عن عمرو بن فلان الأنصاري قال : بينا هو يمشي وقد أسبل إزاره إذ لحقه رسول الله صلى الله عليه وسلم وقد أخذ بناصية نفسه وهو يقول : ” اللهم عبدك وابن عبدك ابن أمتك ” قال عمرو : فقلت : يا رسول الله إني رجل حمش (دقيق) الساقين فقال : ” يا عمرو إن الله عز و جل قد أحسن كل شيء خلقه يا عمرو ” وضرب رسول الله صلى الله عليه و سلم بأربع أصابع من كفه اليمنى تحت ركبة عمرو فقال : ” يا عمرو هذا موضع الإزار ” . ثم رفعها ثم ضرب بأربع أصابع تحت الموضع الأول ثم قال : ” يا عمرو هذا موضع الإزار ” . ثم رفعها ثم وضعها تحت الثانية فقال : ” يا عمرو هذا موضع الإزار ” (رواه أحمد وصححه الألباني والأرناؤوط)
Dari Amr bin Fulan al-Anshory mengisahkan tentang dirinya: ketika ia berjalan dengan meng-isbal-kan sarungnya, tiba-tiba Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- menghampirinya, dan beliau telah meletakkan tanganya pada permulaan kepala beliau seraya berkata: “Ya allah (lihatlah) hambamu, putra hamba laki-lakiMu dan putra hamba perempuanMu!”. ‘Amr beralasan: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku seorang yang betisnya kurus kering”. Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- menimpali: “wahai ‘Amr, sesungguhnya Allah ta’ala telah menjadikan baik seluruh ciptaannya!
Maka Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- meletakkan empat jari dari telapak kanannya tepat di bawah betisnya ‘Amr, seraya berkata: “Wahai ‘Amr inilah tempatnya sarung”
Kemudian beliau mengangkat empat jarinya, dan meletakkannya kembali di bawah tempat yang pertama, seraya berkata: “wahai ‘Amr inilah tempatnya sarung”
Kemudian beliau mengangkat empat jarinya lagi, dan meletakkannya kembali di bawah tempat yang kedua, seraya berkata: “wahai ‘Amr inilah tempatnya sarung” (HR. Ahmad dan dishohihkan oleh Albany dan al-Arnauth)
9. عن حذيفة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : موضع الإزار إلى أنصاف الساقين و العضلة ، فإذا أبيت فمن وراء الساقين ، و لا حق للكعبين في الإزار. (رواه أحمد والنسائي وصححه الألباني)
Dari Hudzaifah berkata: Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Tempat sarung adalah sampai pertengahan dua betis dan pada tonjolan dagingnya, tetapi jika kamu tidak menghendakinya maka (boleh) di bawah dua betis, dan tidak ada hak bagi mata kaki (tertutupi) sarung. (HR. Ahmad dan Nasa’i, dishohihkan oleh Albany­)
10. عن زيد بن أسلم: كان ابن عمر يحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم رآه وعليه إزار يتقعقع يعني جديدا, فقال: من هذا؟ فقلت: أنا عبد الله. فقال: إن كنت عبد الله فارفع إزارك! قال: فرفعته. قال: زد! قال: فرفعته حتى بلغ نصف الساق. قال: ثم التفت إلى أبي بكر فقال: من جر ثوبه من الخيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة. فقال أبو بكر: إنه يسترخي [أحد شقي] إزاري أحيانا [إلا أن أتعاهد ذلك منه]. فقال النبي صلى الله عليه وسلم: لست منهم (رواه أحمد والبخاري)
Dari Zaid bin Aslam, Ibnu Umar pernah bercerita: Suatu ketika Nabi -shollallohu alaihi wasallam- melihatnya sedang memakai sarung baru. Beliau bertanya: “Siapakah ini?” Aku menjawab: “Aku Abdullah (Ibnu Umar)”. Kemudian Nabi -shollallohu alaihi wasallam- berkata: ”Jika benar kamu Abdullah, maka angkatlah sarungmu!”. (Ibnu Umar) mengatakan: “Aku pun langsung mengangkatnya”. (Nabi) berkata lagi: “Tambah (angkat lagi)!” (Ibnu Umar) mengatakan: “Maka aku pun mengangkatnya hingga sampai pertengahan betis”. Kemudian Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menoleh ke Abu Bakar, seraya mengatakan: “Barangsiapa menyeret pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak melihat kepadanya pada hari kiamat”. Mendengar hal itu, kemudian Abu Bakar bertanya: “Sungguh salah satu dari sisi sarungku terkadang terjulur, akan tetapi aku selalu menjaganya agar ia tak terjulur”. Maka Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menimpali: “Kamu bukanlah termasuk dari mereka” (HR. Ahmad dan Bukhari)

BANYAK SEKALI PELAJARAN YANG DAPAT KITA PETIK DARI HADITS-HADITS INI, diantaranya:
Pada hadits-hadits tersebut di atas jelas sekali menggambarkan larangan keras bagi mereka yang ber-isbal. Terlebih-lebih bagi mereka yang telah mengetahui adanya larangan dalam hal ini, kemudian masih saja melanggarnya. Semoga ilmu kita menjadi hujjah untuk kita bukan malah menjadi bumerang bagi kita.
Kita perhatikan hadits tentang larangan isbal diriwayatkan dari banyak sahabat nabi, diantaranya adalah yang kami sebutkan di atas (tujuh sahabat): Ibnu Umar, Abu Dzar, Abu Sa’id al-Khudry, al-Mughiroh bin Syu’bah, Jabir bin Sulaim al-Hujaimy, ‘Amr bin Fulan al-Anshori dan Khudzaifah -rodhiallahu ‘anhum ajma’in-. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Rasulullah r dalam masalah ini dan bahayanya perbuatan isbal ini.
Dari hadits-hadits yang telah lalu terkumpul banyak ancaman hukuman bagi mereka yang isbal, padahal satu saja dari banyak ancaman hukuman tersebut sebenarnya telah cukup untuk mencegah insan yang beriman (akan kepedihan siksa-Nya) agar tidak terjerumus dalam perbuatan isbal ini. Diantara ancaman-ancaman hukuman tersebut adalah:
Allah tidak mengajak bicara dengannya pada hari kiamat. (lihat hadits pertama)
Allah tidak melihatnya pada hari kiamat. (lihat hadits pertama)
Allah tidak membersihkan (dosa)nya pada hari kiamat. (lihat hadits pertama)
Baginya siksa yang pedih dari Allah dzat yang paling pedih siksanya. (lihat hadits pertama)
Sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang yang musbil. (lihat hadits ke-5)
Sesungguhnya Allah tidak suka terhadap perbuatan menyombongkan diri. (lihat hadits 6)
Semakin bertambah panjang isbalnya semakin bertambah pula dosanya. (lihat hadits ke-3)
Bahwa perbuatan isbal tidak hanya terbatas pada sarung, tetapi juga berlaku pada segala jenis pakaian sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- (lihat hadits ke-4). Sedangkan penyebutan kata “sarung” dalam banyak lafal hadits adalah disebabkan karena sarung merupakan pakaian kebanyakan orang pada masa itu, sebagaimana keterangan amirul mukminin fil hadits Ibnu Hajar al-‘asqolany dan yang lainnya (lihat Fathul Bari, jilid 13, hal 264, syarah hadits no: 5791).
Dapat disimpulkan bahwa sarung (atau pakaian lainnya) memiliki 4 tempat:
Tepat di pertengahan betis. Inilah tempat paling afdhol (utama), sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam-. (lihat hadits 3, 6, 8, 9)
Di bawah pertengahan betis hingga mata kaki. Ini merupakan tempat diperbolehkannya kita menjulurkan sarung, sebagaimana sabda Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-3: (ولا حرج أو لا جناح فيما بينه وبين الكعبين)
Berada tepat di mata kaki. Mulai batas ini kita dilarang menjulurkan sarung kita, sebagaimana sabda Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-9: (لاحق للكعبين في الإزار)
Di bawah mata kaki. Tidak diragukan lagi tempat yang terakhir ini adalah tempat paling jelas hukumnya, semakin bertambah juluran isbalnya semakin bertambah pula dosanya.
Letak pertengahan betis adalah sebagaimana diterangkan oleh Rasul -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-8, yaitu kira-kira empat jari di bawah lutut.
Orang yang musbil (sebagaimana kita pahami dari hadits ke-3) terbagi menjadi dua:
Orang yang musbil disertai dengan rasa sombong. Para ulama mengatakan bahwa isbal yang disertai rasa sombong adalah termasuk dosa besar, karena adanya ancaman hukuman khusus bagi mereka, sebagaimana sabda Rasulullah r pada hadits ke-7: (لا ينظر الله إلى عبد يوم القيامة يجر إزاره خيلاء)
Orang yang musbil tapi tanpa rasa sombong dalam hatinya. Orang yang keadaannya seperti ini juga mendapat ancaman hukuman (meskipun tidak termasuk dosa besar) karena ia masuk dalam sabda Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-3: (ما كان أسفل من الكعبين فهو في النار) Intinya kedua kelompok ini tidak lepas dari ancaman hukuman yang tidak ringan. Siapakah dari kita yang tidak ingin dirinya selamat dari ancaman siksaan Allah yang maha pedih siksanya?
terdapat keterkaitan yang sangat erat antara isbal dengan rasa sombong sebagaimana sabda Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-6: (وإياك وإسبال الإزار, فإنها من المخيلة, وإن الله لا يحب المخيلة) renungkanlah sabda beliau “karena sesungguhnya isbal adalah termasuk perbuatan sombong”, semoga Allah melapangkan hati kita sehingga mudah menerima qoulul haq ini.
Bentuk betis yang kurang menarik menurut persepsi kita bukanlah suatu alasan untuk melanggar larangan isbal ini, sebagaimana kisah ‘Amr bin Fulan (lihat hadits ke-8)
Sebagian orang membolehkan isbal dengan alasan bahwa larangan tersebut adalah khusus bagi mereka yang sombong? Kita katakan:
Dari sisi nash hadits: coba renungkan sabda rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-3: (ما كان أسفل من الكعبين فهو في النار) (من جر إزاره بطرا لم ينظر الله إليه) Apa yang lebih rendah dari mata kaki maka ia di neraka. (sedang) barangsiapa yang menyeret sarungnya karena takabur maka Allah tidak melihat kepadanya (pada hari kiamat). Dalam hadits ini Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- membedakan dua perbuatan yang berbeda dengan dua ancaman hukuman yang berbeda pula.
Hukuman
Pelanggaran
Ancaman neraka
Isbal dengan tanpa rasa sombong
Tidak dilihat Alloh pada hari kiamat, tidak dibersihkan dari dosanya, dan siksa yang pedih baginya
Isbal dengan disertai rasa sombong
Jadi, tidak bisa kita katakan bahwa ancaman itu khusus bagi mereka yang isbal dengan rasa sombong.
Coba renungkan uraian berikut ini…!
Kalau saja ada seorang bapak mengatakan kepada anaknya: “Janganlah sekali-kali kamu merokok! Kalau kamu ketahuan merokok, maka hukumannya adalah tidak kuberi uang jajan selama seminggu. Apalagi kalau kamu merokok sambil mejeng di mall, maka hukumannya adalah akan ku usir dari rumah ini!
Apa yang kita pahami dari larangan bapak ini, bolehkah kita mengatakan bahwa hukuman merokok tersebut hanya berlaku ketika si anak mejeng di mall saja? Tentunya tidak!
Kami yakin, semua orang paham bahwa bapak ini menginginkan dua hukuman yang berbeda untuk dua pelanggaran yang berbeda pula.
Hukuman
Pelanggaran
Stop uang jajan selama seminggu
Merokok di tempat selain mall
Diusir dari rumah
Merokok di mall
Maka terapkanlah pemahaman ini pada hadits-hadits tersebut di atas karena tidak ada perbedaan antara keduanya.
Dari uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
Bagi mereka yang isbal dengan tanpa rasa sombong maka hukumanya adalah neraka.
Sedang bagi mereka yang isbal dengan rasa sombong maka hukumanya adalah Alloh tidak bicara dengan mereka pada hari kiamat, tidak melihat mereka, tidak membersihkan dosa mereka dan siksa yang pedih untuk mereka, sebagaimana tertera pada hadits pertama.
Dari sisi logika: ketika Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- mengingkari perbuatan sebagian sahabatnya yang isbal.
Seandainya perbuatan itu diperbolehkan oleh Islam tentu saja Rasul -shollallohu alaihi wasallam- tidak mengingkarinya.
Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- langsung mengingkari perbuatan isbal tersebut, tanpa menanyakan dulu kepada sahabat yang diingkarinya, apakah ada rasa sombong dalam hatinya atau tidak? Ini menunjukkan bahwa ada dan tidaknya rasa sombong ketika isbal, tidak berpengaruh pada ke-haram-an perbuatan isbal tersebut.
Pantaskah kita su’udh dhon kepada para sahabat yang diingkari Rasul -shollallohu alaihi wasallam- ketika isbal, seperti ibnu umar, sufyan bin suhail dan ‘amr bin fulan, dengan mengatakan bahwa mereka semua pada saat itu melakukan isbal dengan rasa sombong! Sedang di sisi lain kita husnudh dhon kepada orang-orang zaman sekarang yang isbal ria, dengan kita katakan tidak ada kesombongan dalam hati mereka??? Wallahul musta’an.
Sebagian orang melegalkan isbal dengan menyamakan (baca: mensejajarkan) dirinya dengan Abu Bakar yang sarungnya terjulur tanpa ada keinginan dari beliau sendiri.
Kita katakan:
Perbuatan beliau ini bukanlah karena keinginan beliau untuk ber-isbal. Para ulama menjelaskan sebabnya adalah karena terlalu rampingnya badan beliau, sehingga ikatan sarungnya selalu kendur ketika digunakan untuk berjalan atau kerja yang lainnya.
Juluran sarungnya Abu Bakar ini tidak terjadi pada seluruh bagian sarung, tetapi hanya terjadi pada salah satu sisinya saja, sebagaimana lafal haditsnya (إنه يسترخي [أحد شقي] إزاري)
Perbuatan abu bakar ini tidak terjadi secara terus-menerus, tetapi hanya terjadi kadang-kadang saja, sebagaimana lafal haditsnya (إنه يسترخي [أحد شقي] إزاري أحيانا)
Abu bakar selalu menjaga sebisa mungkin agar sarungnya tidak terjulur, sebagaimana lafal hadits tersebut [إلا أن أتعاهد ذلك منه]
Seandainya saja isbalnya abu bakar ini terjadi pada kedua sisi sarungnya, dilakukan terus menerus, dan atas kehendaknya (dan ini semua tidak mungkin terjadi), maka sesungguhnya istidlal dengan perbuatan Abu Bakar untuk melegalkan isbal adalah istidlal yang sangat lemah –wallahu a’lam- karena beberapa alasan:
Ini adalah istidlal dengan perbuatan (istidlal bil fi’li), padahal disana ada ucapan yang jelas melarang perbuatan ini, maka yang harus didahulukan adalah dalil yang berupa ucapan (dalil qouliy) yang jelas-jelas melarang isbal.
Banyaknya kemungkinan dan penafsiran dari para ulama yang berbeda-beda mengenai perbuatan abu bakar ini, sehingga menjadikan semakin lemahnya dalil fi’liy ini.
Banyaknya perbedaan antara isbalnya abu bakar -kalau saja bisa dikatakan seperti itu- dengan isbalnya orang zaman sekarang ini.
Sungguh sangat sembrono orang yang mensejajarkan dirinya ketika ber-isbal dengan umat Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- yang paling mulia ini. Tidakkah orang tersebut berusaha mencontoh perbuatan Abu bakar –rodhiallahu’anhu- dalam hal ibadahnya, amar ma’ruf nahi munkarnya, dakwahnya kepada tauhid dan amal-amal ibadah lainnya??? Atau kalau mereka mau komitmen dengan keinginan mencontoh perbuatan abu bakar ini, seharusnya mereka mencontohnya dengan seratus persen, seperti misalnya hanya menjulurkan sebagian sisi sarung saja, hanya kadang-kadang saja dan tidak terus menerus, juga sebisa mungkin menjaganya agar sarungnya tidak terjulur…..!
Tidak diragukan lagi tingkatan kita tentunya jauh sekali di bawah generasi sahabat, apalagi dibandingkan dengan sahabat Ibnu Umar, Sufyan bin Suhail dan ‘Amr bin Fulan! Jika kepada mereka saja rasul -shollallohu alaihi wasallam- mengingkari perbuatan isbal itu, bagaimana seandainya perbuatan isbal itu muncul dari kita, orang yang jauh sekali di bawah mereka, tentunya kita lebih pantas untuk tidak diperbolehkan melakukan isbal.
Sebab-sebab dilarangnya isbal telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
Karena dalam isbal terdapat isrof (mengahambur-hamburkan harta) yang dilarang.
Karena adanya tasyabbuh (menyerupai) wanita, dan rasul -shollallohu alaihi wasallam- melaknat laki-laki yang meniru wanita, baik dalam gaya maupun pakaiannya.
Karena tidak aman \ sulit menjaganya dari najis.
Karena isbal adalah pertanda kesombongan, dan Allah tidak menyukai perbuatan sombong.
Jika kita renungi sebab-sebab dilarangnya perbuatan isbal yang disebutkan oleh para ulama ini, ternyata kita dapati sebab-sebab tersebut tidak khusus bagi mereka yang ber-isbal dengan rasa sombong, tetapi terdapat pula pada mereka yang ber-isbal tanpa rasa sombong, ini menunjukkan bahwa perbuatan isbal ini merupakan perbuatan yang terlarang, baik kita lakukan dengan rasa sombong ataupun tidak.
Dari hadits-hadits ini juga terdapat pelajaran berharga tentang tingginya nilai-nilai islam, ia benar-benar agama yang lengkap dan mencakup segala sisi kehidupan manusia.
Demikianlah tulisan ini kami susun, penulis yakin semua yang telah kami utarakan telah banyak diketahui oleh para pembaca, tapi tidak lain tujuan kami hanya ingin mengamalkan firman ilahi {وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين} juga sabda Rasul -shollallohu alaihi wasallam- (الدين النصيحة). Semoga usaha yang sedikit ini menjadi amal yang ikhlas hanya karena wajah Allah swt, dan semoga tulisan ini bermanfaat dalam kehidupan kita, amin.
والحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات وسبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين

[1] Sejenis baju dari qibth (nama sebuah daerah di mesir) terbuat dari katun tipis dan putih (lih. An-nihayah)
[2] Hullah adalah pakaian yang terdiri dari dua potong: sarung dan rida’ jika terbuat dari satu jenis. dan siyaro adalah baju yang terdapat garis-garis dari sutra (lih. An-nihayah)

Kamis, 06 Agustus 2009

PENTINGNYA STABILITAS KEAMANAN DALAM ISLAM

OlehSyaikh Dr Muhammad Musa Alu Nashr_________________________________________________________________________Stabilitas keamanan sangat erat hubungannya dengan keimanan. Ketika keimanan lenyap, niscaya keamanan akan tergoncang. Dua unsur ini saling mendukung. Allah berfirman."Artinya : Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk" [Al-An'am : 82]_________________________________________________________________________Allah memberikan jaminan kepada orang yang mengimani bahwa Allah adalah Rabbnya. Islam adalah agamanya dan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah nabiNya. ; Allah memberikan jaminan akan memelihara keamanan serta keimanannya dan menetapkan hidayah baginya. Mereka itulah, insan-insan yang memperoleh keamanan serta mendapatkan hidayah dariNya.Bagaimana mungkin seorang muslim dapat melaksanakan amalan sesuai dengan tuntunan petunjuk, jika ia merasa takut. Begitu pentingnya, sampai-sampai Nabi Ibrahim memohon kepada Allah curahan keamanan sebelum meminta kemudahan rizki. Sebab orang yang didera rasa takut, tidak akan bisa menikmati lezatnya makan dan minum. Allah menceritakan permohonan Nabi Ibrahim dalam ayat."Artinya : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim bedo'a : Wahai, Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri aman sentausa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian".[Al-Baqarah : 126]Secara eksplisit, beliau mendahulukan permohonan keamanan daripada permohonan rizki. Dari sini, generasi Salaf telah memaklumi betapa mahal nilai keamanan. Sesungguhnya Allah benar-benar telah memberikan anugerah besar kepada bangsa Arab, (yaitu) dengan menjadikan tanah mereka sebagai tanah haram (suci), membebaskan mereka dari rasa ketakutan, memberi makan mereka dari kelaparan. Allah berfirman."Artinya : Maka hendaklah mereka menyembah Rabb pemilik rumah ini (Ka'bah) yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan". [Quraisy : 3-4]Orang-orang yang meneriakan slogan untuk mewujudkan keamanan tanpa mengusung nilai-nilai Islam, tidak akan berhasil. Stabilitas keamanan hanya akan tercipta dengan kembali ke syari'at Islam, menegakkan hukum-hukum Islam dan mengaplikasikan etika Nabi.Dalam sebuah ayat, Allah menjanjikan orang-orang yang beriman -yang mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah- untuk menggantikan rasa takut mereka dengan curahan rasa aman. Ingatlah janji Allah pasti terlaksana. Allah berfirman."Artinya : Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia akan menjadikan mereka berkuasa dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka yang diridhaiNya untuk mereka dan Dia benar-benar akan mengganti (keadaan) mereka sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik". [An-Nur : 55]Jadi, cara penting yang harus ditempuh dalam menciptakan keamanan, (ialah dengan) menyebarkan dakwah menuju aqidah yang benar kepada umat manusia dan membasmi kesyirikan, besar maupun kecil. Dengan inilah akan tercapai janji Allah. Allah tidak mengingkari janjiNya.Keamanan dikumandangkan setiap individu, masyarakat dan negara. Sebab kehidupan mereka tidak akan normal, kecuali dengan terciptanya stabilitas kemanan.Ada sekian mekanisme yang ditempuh berbagai negara demi terciptanya keamanan. Sebagian negara mempraktekkan bahasa pukulan, penganiayaan dan memaksakan kehendak kepada rakyat demi mengais kemanan. Pendekatan ini dikenal dengan diktatorisme. Sebaliknya, ada negara mengira dapat meraih keamanan dengan melepaskan kendali dan membebaskan para penjahat dan orang-orang perusak norma dengan slogan liberalisme. Negara lain mencoba merengkuh keamanan dengan pemanfaatan teknologi mutakhir dalam mendeteksi dan mengejar para pelaku kriminal.Cara-cara diatas tidak efektif. Sebab kemanan yang hakiki hanya akan terwujud dengan menghidupkan spirit totalitas penghambaan kepada Allah, menegakkan syari'at Allah, menebarkan qaidah yang benar dan penanaman moral Islam. Ini akan memberikan pengekangan pada jiwa. Orang yang tidak takut kepada Allah dan tidak memiliki rasa muraqabah (rasa selalu dalam pengawasan Allah,-red) kepada Allah, langkahnya tidak terbatas dan berhenti dihadapan larangan Allah.Bukankah hudud digariskan untuk mejaga keamanan masyarakat ? Bukankah mengqishash orang yang telah membunuh bertujuan untuk memelihara darah manusia ? Bukankah pemotongan tangan pencuri untuk menjaga harta milik umat ? Bukankah rajam ditegakkan untuk memelihara kehormatan ? Allah berfirman."Artinya : Dan dalam (pelaksanaan) qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa".[Al-Baqarah : 179]Jadi, keamanan hanya akan tercipta dengan keimanan dan dengan realisasi mewujudkan nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyrakat. Dalam menggambarkan pentingnya keamanan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa merasa aman di tempat tinggalnya, tubuhnya sehat dan mempunyai bekal makan hari itu, seolah-olah dunia telah ia kuasai dengan keseluruhannya".[Hadits Riwayat Tirmidzi No. 2268]Tolong sebutkan, adakah seorang pemimpin negara yang mampu menguasai seluruh dunia, atau seperempatnya saja. Tentu tidak ada ! Tetapi orang yang telah terpenuhi rasa aman, pangan dan papanya, seolah-olah ia telah menguasai dunia. Seoalah-olah ia telah menguasai seluruh isi dunia. Maka bersyukurlah dengan nikmat keamanan. Sebab terciptanya keamanan dalam masyarakat menuntut rasa syukur. Dengan syukur, nikmat Allah akan senantiasa didapatkan. Allah memerintahkan Nabi Dawud untuk bersyukur. Allah berfirman."Artinya : Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih".[As-Saba : 13]Allah berfirman."Artinya : Jika kamu bersyukur, nscaya Aku benar-benar akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya siksaKu sangat pedih".[Ibrahim : 7]Jika sebuah pemerintahan atau masyarakat benar-benar mencita-citakan terciptanya keamanan di lingkungannya, hendaknya mengacu kepada agama Allah yang memberikan perhatian ekstra terhadapnya dalam banyak ayat. Sebenarnya ini telah disadari sebagian Lembaga Pemasyarakatan. Para nara pidana dianjurkan untuk masuk Islam, karena ditengarai akan memperbaiki akhlak mereka.Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi terciptanya keamanan.[1]. Penyebaran Aqidah Yang Benar Kepada Umat.Sebab, aqidah yang benar, iman dan tauhid akan menghalangi berkeliarannya orang yang bermaksiat, penjahat dan orang yang mengintimidasi. Islam telah menetapkan hukuman yang berat bagi orang yang mengancam keamanan masyarakat. Misalnya, hukuman untuk muharabah (memerangi Allah dan RasulNya dengan cara berbuat onar) sangat tegas dalam Al-Qur'an dan Sunnah."Artinya : Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atu disalib, atau dipotong tangan kanan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar".[Al-Ma'idah : 32]Inilah pidana muharabah bagi orang yang mengayunkan senjata, seperti orang yang melakukan pembajakan pesawat, pembunuhan, merampok harta orang, mengintimidasi masyarakat.Tidak menegakkan syariat Allah termasuk faktor terbesar runtuhnya keamanan.[2]. Penegakan Shalat Juga Melahirkan Efek Balik Tertahannya Kemungkaran Dan KekejianDi antaranya akan mempertaruhkan keamanan. Allah berfirman."Artinya : Sesungguhnya shalat akan mampu mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran".[Az-Zumar : 45]Shalat akan mengatur seorang muslim menjadi hamba yang baik.[3]. Membayar ZakatJika para orang kaya enggan membayar zakat, niscaya akan menimbulkan rasa iri dan dengki di kalangan orang miskin, mencuri hartanya, mencongkel rumahnya. Orang kaya pun tidak akan merasa aman dengan harta yang ia miliki. Dengan dibayarnya zakat, maka akan terjalin ukhuwah antara mereka.[4]. Penegakkan Amar Ma'ruf Nahi MungkarAllah berfirman."Artinya : Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam".[Al-baqarah : 251]Juga firmanNya."Artinya : Sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah dirobohkan biara-biara Nasharni, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah".[Al-Hajj : 40]Sehingga, amar ma'ruf nahi mungkar menjadi tonggak penting dalam mendukung terciptanya keamanan.[5]. Penegakan Hukum AllahAllah berfirman."Artinya : Dan dalam (pelaksanaan) qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa". [Al-Baqarah : 179]Utsman berkata: "Sesungguhnya Allah tidak menahan dengan penguasa apa yang tidak bisa ditahan oleh Al-Qur'an"Nabi bersabda."Artinya : Penegakkan satu hukum Allah lebih baik dari hujan selama empat puluh hari".[As-Shahihah No. 231][6]. Taat Kepada Pemimpin Negara Dalam Perkara Yang Bukan Maksiat, Tidak Mengobarkan Api Pembangkangan, Tidak Memprovokasi Rakyat, Tidak Melakukan Penghinaan Kepada Pemerintah, Ataupun Dengan Pembangkangan Secara Verbal Atau Dengan Takfir Sebelum Sampai Pada Level Pembangkangan Dengan Senjata.Karena ini termasuk faktor dominan yang mengancam keamanan. Di beberapa komunitas, kita telah melihat fakta-fakta ini. Adapun madzhab Ahli Sunnah Wal Jama'ah, tidak memperkenankan melakukan pemberontakan (tidak taat) kepada mereka, kecuali jika mereka jelas terbukti kekufurannya dan memiliki kemampuan untuk menggantinya. Sedangkan dakwah salafiyah adalah dakwah yang sarat dengan berkah, menyebarkan Islam, keselamatan dan keamanan. Pada masa ini, lokomotif dakwahnya ialah Syaikh Al-Albani, Syaikh Bin Baz dan Syaikh Al-Utsaimin. Mereka dengan tulisan, ucapan dan perguruannya telah menjadi gerbang keamanan. Betapa sering mereka, demikian juga kami memperingatkan akan fitnah ini.[7]. Mentaati Ulama Rabbani Dan Selalu Berhubungan Dengan MerekaSebab, mereka merupakan pondasi keamanan masyarakat. Seharusnya, mereka selalu didepankan dan diminta bimbingannya.Alangkah menyejukkan pemandangan di masjid yang terbesar di negara ini, menunjukkan adanya indikasi semangat untuk mencari ilmu dari ulama. Taatlah kepada ulama rabbani yang berada di atas manhaj Salafush Shalih sepanjang masa. Tradisi mereka selalu berkata berdasarkan firman Allah dan sabda Nabi, serta pedapat sahabat. Mereka adalah insane-insan yang mampu mendeteksi fitnah sebelum mengoyak umat. Mereka itulah ulama yang mampu mengendalikan emosi generasi muda yang ingin cepat menuai hasil. Mereka itulah yang harus diminta nasihat. Mereka adalah orang yang menasihati umat dengan jujur.Semoga Allah memelihara negara Islam dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425H/2005M Rubrik Liputan Khusus yang diangkat dari ceramah Syaikh Dr Muhamad Musa Alu Nashr, Tangal 5 Desember 2004 di Masjid Istiqlal Jakarta]